|
Post by agra prana on Feb 24, 2011 22:41:29 GMT -5
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, ada tiga skenario nasib koalisi pasca usulan pansus angket pajak. Dari tiga skenario tersebut, semuanya sulit untuk SBY mengambil keputusan.
Skenario pertama, kata Burhanuddin, adalah Golkar dan PKS diceraikan dari koalisi. "Kalau dua itu dibuang, kekuatan koalisi hanya 46 persen. Itu di bawah mayoritas tunggal," kata Burhanuddin dalam diskusi bertajuk 'Mau dibawa ke mana koalisi paska hak angket' pada Kamis (24/2) di ruang pers DPR, gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Dibuangnya Golkar dan PKS dari koalisi, ujar Burhanuddin, mengharuskan SBY mencari mitra koalisi baru untuk menambah kekuatan koalisi. Jika Gerindra dimasukkan, maka kekuatan koalisi bertambah 5 persen menjadikan total kekuatan koalisi di parlemen menjadi 51 persen.
Angka 51 persen ini dinilai masih cukup rapuh. Karenanya, koalisi akan semakin kuat jika bukan cuma Gerindra yang masuk, tapi juga PDIP. Tapi untuk memasukan PDIP, SBY harus menghadapi tembok besar, yaitu Megawati. Kalau tembok besar itu berhasil dilalui, baru dimungkinkan pembuangan Golkar dan PKS dilakukan. "Skenario pertama sulit dilakukan, kecuali ada mukjizat," kata Burhanuddin.
Skenario kedua adalah tetap mempertahankan koalisi tambun seperti yang saat ini ada. Kekuatan koalisi ini mencapai di atas 75 persen. Sayangnya, dalam politik angka tersebut tak sama dengan matematika. Koalisi tambun seperti yang ada selama ini dinilai betul-betul rapuh dan lebih banyak menjadi pepesan kosong.
Skenario ketiga, kata Burhanuddin, adalah membuang salah satu partai, Golkar atau PKS. Kalau PKS dibuang, koalisi masih aman di angka 64 persen. Jika Gerindra dimasukkan, kekuatan koalisi menjadi 69 persen.
Jika memang pilihannya adalah membuang PKS dan mempertahankan Golkar, maka hubungan di koalisi pun tidak lantas mulus. Sebab hubungan SBY dan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie lebih mencerminkan hubungan layaknya Tom and Jerry. "SBY dan Ical ini love and hate relationship," kata dia.
Dari ketiga pilihan tersebut, kata Burhanuddin, semuanya sulit buat SBY. "Dan karena rumit, seperti biasa SBY tidak akan putuskan dalam waktu
YOGYAKARTA - Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid mengatakan partainya tak hanya siap keluar dari koalisi, tapi juga siap menerima jika menterinya di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II diganti. Meski begitu, ada persyaratannya.
"Kita siap saja keluar koalisi. Tapi kita ingatkan langkah kami mendukung dua angket itu bukan untuk menjatuhkan Presiden SBY tapi untuk melaksanakan kontrak potilik mewujudkan good dan clean governance. Kami siap keluar jika memang itu yang dibutuhkan," kata Hidayat kepada Tempo di Yogyakarta, Kamis 24 Februari 2011.
Namun Hidayat akan mempertanyakan dahulu, jika PKS keluar, siapa yang akan masuk? "Kalau PDIP yang masuk, itu jelas akan membingungkan publik karena selama ini mereka yang mengusulkan angket century dan pajak. Dan kita sangat sayangkan dengan langkah itu," katanya.
Hidayat sendiri tak yakin bahwa hanya karena polemik di dua angket itu akan membuat PKS terancam dan di reshuiffle oleh SBY dari kabinetnya. "Saya kira beliau punya pemikiran yang panjang , tak serta merta hanya soal dua ini lalu melakukan reshuffle. karena tujuan kita pun sebenarnya untuk memperkokoh koalisi, dan membuat citranya semakin baik mewujudkan cleaN governance," kata Hidayat.
|
|
|
Post by agra prana on Feb 24, 2011 23:29:28 GMT -5
TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera merombak koalisi partai pendukung pemerintah. Ia beralasan, koalisi yang kini tergabung dalam Sekretariat Gabungan bukan koalisi sejati yang memegang teguh akhlak dan budi pekerti. Berita terkait
"Sudah waktunya Presiden, yang memimpin koalisi, mengambil sebagian kesimpulan yang telah kami berikan," kata Anas di Jakarta kemarin.
Menurut Anas, koalisi seharusnya mengutamakan kesamaan dan bukan lebih mementingkan perbedaan. Namun, jika yang ditonjolkan perbedaan, ia khawatir rakyat akan berpikir koalisi tak sungguh-sungguh atau pura-pura. “Yang tidak sungguh-sungguh, silakan pilih jalan sendiri dengan kesatria," kata Anas lagi.
Sikap keras Anas itu muncul setelah Partai Golkar dan PKS terang-terangan membangkang terhadap keputusan koalisi. Mereka mendukung usul penggunaan hak angket atas mafia pajak. Meski usul Golkar itu berhasil dihentikan dalam rapat paripurna DPR, pembangkangan tersebut membuat petinggi Demokrat gerah. "Koalisi tak ubahnya ikatan keluarga, suami-istri tentu akan berpikir apakah rumah tangga seperti ini perlu dipertahankan," kata anggota Dewan Pembina Demokrat, Marzuki Alie, yang juga Ketua DPR.
Menanggapi Anas, Ketua Dewan Pengurus Pusat Golkar Priyo Budi Santoso menyayangkan ancaman itu. Menurut Priyo, perbedaan itu hal yang biasa. Alasannya, Sekretariat Gabungan Koalisi tidak didesain untuk menyeragamkan semua pendapat.
Sikap sebaliknya juga muncul dari eks Presiden Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid dan Tifatul Sembiring. Menurut mereka, partainya tak hanya siap keluar dari koalisi, tapi juga siap menanggung konsekuensi penggantian menteri yang selama ini dijabat kader PKS. "Kami siap keluar jika itu memang dibutuhkan," kata Hidayat. Presiden PKS Lutfi Hasan menambahkan, "Kami tak yakin Presiden minta kami mundur," kata Lutfi.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, mengatakan Presiden dihadapkan pada pilihan yang sulit. Soalnya, jika kedua partai diceraikan, kekuatan oposisi akan menjadi mayoritas tunggal dan berbahaya bagi Demokrat di parlemen. Namun, jika tetap dipertahankan, koalisi tambun ini akan banyak menjadi pepesan kosong.
Pilihan Yudhoyono adalah membuang salah satu, Golkar atau PKS. Jika yang dibuang PKS, tak ada jaminan koalisi bakal mulus. Sebab, hubungan Yudhoyono dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie layaknya Tom dan Jerry. “SBY dan Ical ini love-and-hate relationship," kata dia.
|
|
|
Post by agra prana on Feb 26, 2011 0:47:29 GMT -5
Jakarta - Sikap Partai Gerindra yang sejalan dengan partai koalisi pemerintah menolak hak angket pajak memicu spekulasi masuknya partai besutan Prabowo Subianto dalam koalisi yang dipimpin Partai Demokrat. Apa benar Gerindra akan ikut koalisi mendukung Presiden SBY?
"Kalau pembicaraan-pembicaraan soal itu sampai sekarang kita belum ada langkah-langkah itu, dan kami bersifat pasif tidak proaktuif dalam hal ini, karena memang targetnya bukan itu," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon di sela-sela acara Rakernas HKTI di Hotel Sahid, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (25/2/2011) malam.
Fadli Zon kembali menegaskan posisi Gerindra saat ini bukanlah partai oposisi atau pun pendukung koalisi. Kebijakan pro rakyatlah yang didukung, sementara yang menyengsarakan rakyat akan ditolak.
"Kami bukan partai koalisi atau oposisi. Kebijakan yang pro rakyat kita dukung, yang tidak kita tolak," tegas Fadli.
Terkait dengan pilihan Gerindra yang menolak hak angket pajak, menurutnya sama sekali tidak ada tendensi apapun, termasuk iming iming politik.
"Kami harus tegaskan dalam pengambilan keputusan kemarin untuk menentukan hak angket pajak itu tidak didasarkan pada iming-iming politik atau deal deal politik. Jadi murni sikap independen Gerindra untuk memutuskan," ujarnya. (anw/anw)
|
|
|
Post by agra prana on Feb 26, 2011 2:10:15 GMT -5
Jakarta - SBY diminta untuk segera mengambil sikap terhadap persoalan yang menimpa koalisi Setgab terkait PKS dan Golkar. Karena waktu yang dimiliki tidak banyak, maka SBY harus cepat menentukan sikap tegas.
"Sekarang saatnya pimpinan PD, terutama SBY punya ketegasan karena waktunya tinggal 3,5 tahun untuk menunjukkan pada rakyat bahwa dia bekerja dengan baik, namun selama ini kerjanya terganggu oleh koalisi," ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit usai diskusi polemik Trijaya 'Koalisi Pecah, Kabinet Terbelah' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (26/2/2011).
Arbi menilai, kericuhan yang terjadi dalam koalisi telah mengganggu kinerja pemerintah. Para menteri yang berasal dari parpol yang bermasalah jadi tidak fokus dalam bekerja.
"Saya kira biang kerok koalisi adalah Golkar dan PKS yang selalu nyeleneh. Menteri-menteri terkatung-katung di antara pendapat itu, jadi mereka bekerja tidak bisa fokus, terganggu," ucapnya.
Menurut Arbi, perlawanan yang frontal dalam perang politik PKS dan Golkar terhadap anggota yang lain harus diselesaikan secara tuntas. Jika kedua partai tidak mau mundur, maka SBY bisa mengambil langkah tegas dengan mengeluarkannya dari koalisi.
"Saya katakan ini kesempatan terakhir, sebelum 2014. Kalau tidak, dia akan kalah. Harus ada peningkatan signifikan dalam kinerjanya, jadi agar rakyat percaya," tegasnya.
Arbi berpendapat, setelah mengambil sikap tegas, SBY juga harus merombak kabinet yang ada. "Ya kalau memang mau dikeluarkan (dari koalisi), mekanismenya ya reshuffle. Kabinet diubah, menteri-menteri yang mau dikeluarkan itu dihapus, kursinya diambil lalu dibagi-bagi ke yang lain, yang baru atau yang lama," jelas dia.
Menurut Arbi, reshuffle perlu untuk dilakukan mengingat bahwa koalisi berbasis pada pembentukan kabinet. "Kalau mau mengubah koalisi, bikin reshuffle, begitu. Karena koalisi ini berbasis ke pembentukan kabinet, jadi perubahan kabinet membikin koalisi berubah. Begitu maksudnya," jelasnya.
Dengan adanya reshuffle, Arbi berpendapat, kabinet akan lebih stabil. Sebab yang terjadi saat ini adalah keberadaan koalisi tidak bisa menstabilkan pemerintah.
"Dampak yang diperlukan ya supaya pemerintah stabil, itu yang diharapkan. Nah jika dukung koalisi pemerintah enggak stabil, untuk apa. Gunanya koalisi adalah untuk menstabilkan pemerintah," tegas Arbi.
Arbi mendesak SBY untuk segera melakukan perubahan dalam kabinetnya ini. Perubahan ini tidak boleh ditunda-tunda karena waktu SBY hanya tinggal 3,5 tahun menjelang Pemilu 2014.
"Ya paling dalam 3-6 bulan ini mesti selesai. Kalau tidak, dia kehilangan waktu. Mestinya secepat mungkin lebih baik," tandasnya.
|
|
|
Post by agra prana on Feb 26, 2011 7:21:50 GMT -5
Jakarta - Partai Demokrat hendak mengevaluasi mitra-mitra koalisinya yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan (Setgab). Dalam evaluasi ini, Demokrat akan meranking semua mitra koalisi berdasarkan derajat perbedaannya.
"Karena terlalu banyak bedanya di partai koalisi, empat partai dengan dua partai. Kalau perbedaan itu terus-menerus rasanya itu tidak pantas untuk dilakukan," ujar Wakil Sekjen Partai Demokrat, Saan Musthofa usai diskusi polemik Trijaya 'Koalisi Pecah, Kabinet Terbelah' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (26/2/2011).
"Maka kita berharap evaluasi itu di antara itu semua kita akan meminta kepada Ketua Dewan Pembina bahwa partai-partai yang memang selalu melakukan mengedepankan perbedaan ketimbang persamaan dalam berkoalisi itu untuk dievaluasi," imbuhnya.
Evaluasi ini menyusul sikap PKS dan Golkar yang membelot dalam voting angket mafia pajak di DPR. Nantinya, Demokrat akan mengevaluasi sikap-sikap politik dari mitra-mitra koalisinya.
"Sikap-sikapnya, apa sikap politik yang selama ini dicerminkan oleh mitra koalisi terutama PKS dan Golkar apa sudah sesuai dengan komitmen konsistensi etika dalam berkoalisi. Jadi harus introspeksi," terangnya.
Demokrat akan meranking mitra-mitra koalisinya berdasarkan derajat perbedaan sikapnya dengan mitra koalisi lainnya. Semakin tinggi ranking mitra koalisi yang berbeda sikap, maka Demokrat akan merekomendasikannya kepada presiden untuk dikeluarkan dari koalisi.
"Nanti kita akan rangking dari perbedaan-perbedaan itu, tadi derajat perbedaan yang akan kita keluarkan. Lagi kita buat derajatnya untuk disampaikan ke DPP. Dalam waktu dekat, secepatnya kalau bisa minggu depan selesai kita kasihkan," tuturnya.
"Ini akan menjadi acuan bagi DPP dan Dewan Pembina dalam mengambil keputusan," terang Saan.
Saan menambahkan, jika memang ada mitra koalisinya yang merasa tidak nyaman dalam Setgab, maka pihaknya berharap mereka dikeluarkan. Namun tidak harus kedua partai yang dikeluarkan.
"Kan tidak harus keduanya. Kita lihat dari derajat perbedaan dari tata krama di mana letak beda. Dulu PPP pernah beda dengan kita, ketikaCcentury itu kan tidak ada masalah," tandasnya.
|
|
|
Post by agra prana on Feb 26, 2011 21:35:46 GMT -5
Jakarta - Kekalahan Partai Golkar dalam hak angket tidak otomatis akan membuat Partai beringin ini didepak keluar koalisi. SBY dinilai akan memilih sikap yang aman, dengan membiarkan Partai Golkar tetap berada dalam koalisi.
"Golkar ini seperti anak nakal, tapi sayang kalau dibuang," ujar pengamat politik Charta Politika, Arya Fernandes saat dihubungi detikcom, Sabtu (26/2/2011) malam.
Menurut Arya, Partai Golkar masih terlalu tangguh bagi Partai Demokrat. Jika melepaskan Partai Golkar, maka oposisi di parlemen akan semakin kuat. Belum tentu nanti Demokrat akan seberuntung saat memenangkan hak angket mafia pajak kemarin.
"Selisih 2 suara itu menunjukan Golkar masih kuat," terang dia.
Arya pun menilai Presiden SBY tidak akan terlalu cepat mengumumkan resuffle. Presiden akan menunggu momen khusus seperti penilaian Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
"Kalau dalam waktu dekat ini, kan kesannya karena Partai Demokrat kalah dalam hak angket mafia pajak. SBY pasti tidak ingin dianggap demikian sehingga menunggu momen yang lebih tepat," tambahnya.
Beranikah SBY mengganti menteri dari Golkar?
"Kalau ada friksi di tubuh Golkar kemudian Golkar mengganti menteri yang bersangkutan itu mungkin. Tetapi jika SBY mencopot menteri dari Golkar dan menggantinya dari partai lain, tidak. Jadi akan diganti kalau ada friksi saja di internal Golkar," jelas Arya.
|
|
|
Post by agra prana on Feb 27, 2011 0:10:57 GMT -5
Kekalahan Partai Golkar dalam hak angket tidak otomatis akan membuat Partai beringin ini didepak keluar koalisi. SBY dinilai akan memilih sikap yang aman, dengan membiarkan Partai Golkar tetap berada dalam koalisi.
"Golkar ini seperti anak nakal, tapi sayang kalau dibuang," ujar pengamat politik Charta Politika, Arya Fernandes saat dihubungi detikcom, Sabtu (26/2/2011) malam.
Menurut Arya, Partai Golkar masih terlalu tangguh bagi Partai Demokrat. Jika melepaskan Partai Golkar, maka oposisi di parlemen akan semakin kuat. Belum tentu nanti Demokrat akan seberuntung saat memenangkan hak angket mafia pajak kemarin.
"Selisih 2 suara itu menunjukan Golkar masih kuat," terang dia.
Arya pun menilai Presiden SBY tidak akan terlalu cepat mengumumkan resuffle. Presiden akan menunggu momen khusus seperti penilaian Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
"Kalau dalam waktu dekat ini, kan kesannya karena Partai Demokrat kalah dalam hak angket mafia pajak. SBY pasti tidak ingin dianggap demikian sehingga menunggu momen yang lebih tepat," tambahnya.
Beranikah SBY mengganti menteri dari Golkar?
"Kalau ada friksi di tubuh Golkar kemudian Golkar mengganti menteri yang bersangkutan itu mungkin. Tetapi jika SBY mencopot menteri dari Golkar dan menggantinya dari partai lain, tidak. Jadi akan diganti kalau ada friksi saja di internal Golkar," jelas Arya.
|
|